Bagi sebagian orang jaman sekarang traveling merupakan gaya hidup. Banyak orang berbondong-bondong melakukan perjalanan untuk berlibur maupun sekedar menjelajah baik itu luar ataupun dalam negeri. Pilihan traveling pun bervariasi, ada yang melakukannya melalui agen travel, berkelompok, secara mandiri dengan seorang teman bahkan solo traveling alias seorang diri.
Baru-baru ini saya mencoba untuk ber-solo traveling ke 4 Negara dalam waktu 5 hari, yaitu Singapore, Hong Kong, Macau dan Kuala Lumpur. Dalam kesempatan ini saya akan sharing kisah-kisah seru saya selama 5 hari berpetualang seorang diri di negeri orang. Sebenarnya kisah ini berawal dari tiket promo Semarang – Singapore seharga Rp 99.000 dari maskapai penerbangan murah. Berangkat dari tiket murmer tersebut saya bikin itinerary sedemikian rupa untuk melakukan solo traveling. Lantaran sudah pernah berkunjung ke Singapore, saya hunting tiket promo ke negara lain yang bisa saya singgahi melalui Singapore. Kemudian pilihan jatuh pada Hong Kong. Setelah itu jadilah rute solo traveling saya, yaitu 1 hari di Singapore, 2 hari di Hong Kong, 1 hari di Macau dan 1 hari di Kuala Lumpur.
Day 1
Hari pertama saya terbang dari bandara A. Yani Semarang menuju Changi – Singapore. Saya berangkat dari Jepara pukul 5.30 melalui travel yang langsung mengantar saya ke bandara A. Yani Semarang. Di bandara Semarang cerita seru pun dimulai. Setelah melalui check in dan petugas tax bandara saya bergegas menuju ruang tunggu keberangkatan international. Karena sudah beberapa kali ke luar negeri via Semarang saya tidak begitu heran dengan kondisi bagian keberangkatan international di sini. Sama sekali tidak eksklusif seperti di bandara-bandara lain. Karena bagian imigrasi masih tutup kemudian saya duduk manis di antara orang yang sudah duduk duluan. Selang beberapa menit kemudian orang sebelah saya nyolek-nyolek, “mbak-mbak nek KTKLN entek njuk piye yo mbak?” (mbak-mbak misalnya KTKLN habis itu gimana ya mbak?)
Seperti dvd player yang sedang di pause, seketika saya terhenti bengong, dan dalam waktu sedetik saya memperhatikan orang di sebelah saya ini, kemudian menjawab “ohh maaf mbak, saya nggak ngerti.” Alamak pasti saya dikira sesama TKW. Setelah ngobrol lebih lanjut saya menjelaskan bahwa saya nggak kerja di Singapore melainkan hanya melancong, dan saya pun baru tahu bahwa KTKLN adalah Kartu Tanda Kerja Luar Negeri. Lumayan dapat ilmu perTKWan :’)
Ada sekitar 3 orang TKW yang duduk di sebelah saya, 2 di antaranya KTKLN-nya sudah habis masa berlakunya, makanya mereka terlihat begitu cemas dan takut kalau tidak lolos di bagian imigrasi. Saya adalah orang yang paling tidak bisa melihat orang lain susah, kemudian saya mencoba menenangkan mereka, saya ajari mereka trik-trik supaya mereka lolos di bagian imigrasi. Yah walaupun berhasil atau tidak yang penting secara psikologis saya mencoba menguatkan mental mereka dulu. Sukses tidaknya kan itu kembali pada amal dan ibadah mereka 😀
Saya tiba di Singapore siang hari sekitar pukul satu siang disambut dengan hujan yang lumayan deras. Sewaktu di Singapore tidak banyak tempat yang saya kunjungi, saya hanya mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Setelah sore sampai malam melancong sendirian di Singapore, pukul 9 malam saya kembali ke guest house. Terselip kekhawatiran seketika di benak saya. Sebenarnya guest house yang saya pesan adalah 4 mix dormitory room a.k.a kamar yang tidurnya rame-rame berempat campur entah dengan traveler lelaki ataupun perempuan dengan kasur bertingkat seperti barak. Nah ketika saya check in siang saya tidak lupa menanyakan kepada pemilik guest house siapa teman-teman sekamar saya. Saya berharap perempuan semua. Tetapi pada kenyataannya jawaban pemilik guest house itu berbeda. Teman-teman sekamar saya merupakan lelaki semua, 1 dari England, 1 dari Malaysia, dan 1 lagi entah dari mana. Alamak dag dig dug jantung hati bergetar membayangkan saya akan tidur bersama para lelaki berbagai macam negara dalam satu kamar. Walaupun kasurnya satu-satu bertingkat dan biasanya sesama traveler itu sopan juga saling menghargai tapi tetap saja membuat saya paranoid. Saya pilih penginapan ini karena reputasinya lumayan bagus, tempatnya sangat strategis karena terletak di Bugis Junction. Hanya saja di sini tidak ada pilihan female dormitory room atau single room yang khusus perempuan. Setahun yang lalu saya juga menginap di sini bersama teman-teman saya, tetapi karena bertiga kami bisa bareng sekamar perempuan semua.
Selepas sholat saya berdoa semoga saya aman-aman saya di penginapan ini. Dan Allah mendengar doa saya, sewaktu mau membersihkan muka di wastafel luar, kebetulan sekali ada bule perempuan yang sedang mainan tabletnya di sofa dekat wastafel. Seketika saya dapat ide, saya juga akan melakukan hal yang sama kayak bule itu. Saya bawa tas kecil yang berisikan barang penting dan saya duduk di depan bule tersebut, sedangkan ransel besar saya taruh di loker kamar yang sudah saya gembok. Kebetulan bule itu juga betah sekali, kami nongkrong di sofa itu sampai jam 12 malam sambil memainkan tablet kami masing-masing. Sempat juga kami ngobrol dan bercanda ketika ada seorang lelaki yang sepertinya lelaki dari Thailand yang datang dan bergabung dengan kami. Lelaki Thailand lebih dulu menyapa saya “ohh Hi, u’re a muslim” karena melihat saya berhijab. Saya pun membalas sapaannya “hello” dengan memberikan senyum semanis mungkin. Kemudian si bule dan Thailand mengobrol sebentar, dari obrolan tersebut diketahui bahwa bule perempuan itu berasal dari Amerika, dan lelaki Thailand yang terlihat cool dan cakep itu sepertinya teman sekamar si bule. Mereka terlihat sudah saling mengenal sebelumnya. Si bule ngeledikin si Thailand yang rambutnya dikuncir atas tengah ala Khrisna, bule bilang “model gaya rambut apaan sih itu? Cupu, culun punya.. hahahhaha” si bule ketawa. Kemudian si Thailand menjawab “lho ini bagus koq, keren tau!” sembari dia menoleh dan bertanya ke arah saya lalu berkata “what d’you think about my hair’ style?” Karena dia cakep saya beri aja dia pujian, dengan mengangkat jempol “you look so good” sambil menoleh ke bule Amerika saya bilang “hey he’s so cool you know”.. kemudian “hahahahahhahah…” Yes! ice breaking saya berhasil, semuanya pada ketawa 🙂
Day 2
Ok hari pertama saya alami dengan lancar jaya. Di hari kedua ini sewaktu saya berada di Singapore Changi Airport dan akan bertolak ke Hongkong tiba-tiba ada sebuah kendala yang tidak saya duga sebelumnya. Smartphone saya mengalami sudden death alias mati total. Saya sedikit panik karena segala informasi mengenai Hong Kong berada di smartphone tersebut. Dalam kepanikan saya terus berfikir bagaimana caranya nanti saya bisa bertahan di sana.
Lagi-lagi Allah memang Maha Baik, sewaktu menunggu boarding time saya dipertemukan dengan seorang ibu-ibu berkewarganegaraan Singapore yang juga mau bertandang ke Hong Kong. Berawal dari beliau duduk di sebelah saya, kemudian kami saling menyapa dan lanjut ngobrol panjang lebar. Ibu warga Singapore keturunan Tiong Hoa ini sangat fasih berbahasa Inggris dengan grammar yang bagus dan mudah dipahami. Tidak seperti kebanyakan warga China yang berada di Singapore, kadang-kadang bahasa Inggrisnya sulit dicerna karena intonasi English Singapore memang sangat berbeda dengan English British maupun English America. Beliau banyak bercerita pengalamannya saat di berbagai negara. Ternyata suaminya berkerja di bandara dan sering berpindah tempat di berbagai belahan dunia kurang lebih 30 tahun lamanya dan beliau sering mengikuti kemanapun suaminya pergi. Beliau baik banget, menasehati saya nantinya harus bagaimana, juga memberitahu tempat-tempat recommended di Hong Kong dan Macau. Ada satu tempat recommended yang beliau lupa namanya, kemudian beliau nelpon suaminya hanya untuk sekedar menanyakan nama tempat tersebut untuk saya. Kata-kata yang paling sering saya dengar dari beliau adalah “you are very clever girl” atau “u’re so brave girl” dan katanya lagi bahwa dari sekian tahun dia ketemu dan mengobrol dengan sesama orang yang menunggu di airport baru saya seorang solo traveler dari Indonesia yang sangat berani ke tempat asing apalagi saya tidak bisa bahasa Mandarin maupun Cantonese. Dia juga berpesan supaya saya selalu menghubungi orang rumah di setiap saat dimana saya berada. Alhamdulillah masih banyak orang baik ternyata di luar negeri ^_^
Sesampai di Hong Kong saya kehilangan jejak ibu Singaporean itu, padahal beliau mau mengantarkan saya beli octopus card dan menunjukkan letak terminalnya. Yasudah mungkin belum berjodoh lagi dengan beliau. Saya pun berusaha mandiri di sana.
Saat kaki melangkah di garis masuk bagian imigrasi tiba-tiba terdengar ada seorang lelaki memanggil dengan bahasa ibu saya “mbak, numpang tanya ini ngisinya gimana ya?” tanya seorang lelaki paruh baya sambil menunjuk kertas formulir imigrasi. Dalam hati “haduh perasaan saya yang butuh bantuan, karena saya kehilangan semua informasi tentang Hong Kong, kenapa saya yang dimintai bantuan orang mulu sih” tapi segera saya berbaik sangka “ah yasudahlah, kalau saya ikhlas menolong ini orang pasti nantinya saya juga bakal ditolong orang.”
Kemudian saya dampingi itu lelaki dalam mengisi formulir imigrasi sampai di bagian imigrasi juga saya dampingi karena permintaan dia dengan alasan dia tidak bisa berbahasa inggris. Sukses di imigrasi dia masih minta tolong untuk mencarikan tempat dimana letak bagasinya. Dalam hati lagi “haduh bener-bener yaa, perasaan seharusnya aku yang di tolong.. ah yasudahlah ikhlas, ikhlas..” gumam saya. Selepas menemukan bagasi lelaki itu saya segera minta ijin kepada lelaki itu bahwa saya mau beli octopus card (kartu yang multiguna, untuk membayar MTR, bus, belanja di sevel, dll)
Octopus card bisa dibeli di counter bagian sebelah kanan setelah pintu keluar imigrasi. Di banderol dengan harga mulai 150 HKD dan bisa di refund setelahnya. Setelah itu saya ke bagian informasi selain mengambil free Hong Kong map saya juga menanyakan kepada petugas dimana saya bisa membeli sim card traveler. Kemudian saya ditunjukkan bahwa letak counternya berada di sebelah kanan setelah pintu Exit, bersebelahan dengan bilik-bilik ATM. Counter yang menjual sim card traveler bernama Nobletime AV & Telecom. Saya membeli simcard bermerek PCCW HKT seharga 96 HKD khusus internet bagi traveler selama 5 hari.
Setelah membeli simcard lokal saya bergegas mencari bus menuju Hong Kong island. Awalnya saya berencana naik airport express namun berdasarkan recomendasi dari ibu Singaporean tadi saya akhirnya memilih naik bus dengan pertimbangan murah di ongkos dan sama-sama memiliki durasi waktu yang hampir bersamaan dengan airport express untuk tiba di kota Hong Kong. Terminal bus terletak sebelah kanan di pertigaan dekat airport express Hong Kong Expo. Kebetulan saya sudah booking hostel di daerah Causeway Bay, maka untuk menuju ke sana saya harus naik bus no. A11.
Bus A11 memiliki 2 tingkat, saya memilih duduk di atas pada tingkat ke2. Mungkin memang berjodoh, di atas saya bertemu lagi dengan lelaki yang tadi saya bantu sewaktu di imigrasi. Dia sudah duduk duluan bersama seorang wanita yang kemudian saya ketahui bahwa wanita tersebut adalah istrinya yang sudah lama menjadi TKW di Hong Kong. Sesampai di Causeway Bay saya tiba-tiba ragu akan hostel yang sudah saya pesan. Bukannya hostel tersebut memiliki reputasi tidak bagus, melainkan memang saya tiba-tiba mendengar kata hati saya bahwa saya lebih baik mengikuti kenalan baru saya suami istri sesama Indonesia tersebut. Selain saya berpikir bahwa akan lebih irit karena saya berencana keesokan hari pengen pergi ke Macau, di samping itu juga saya merasa lebih aman bersama teman-teman dari Indonesia. Hostel yang sudah saya pesan sebelumnya itu female dormitory room yang dihuni oleh 9 orang per kamarnya atau 9 bed/kamar. Oleh sebab itu saya memilih tawaran para temen TKW (Suami istri itu dijemput sama teman mereka, 2 orang wanita TKW juga) Dari para TKW saya dicarikan kamar di hotel yang sama dengan suami istri yang notabene teman mereka tersebut dan dapat kamar lebih murah dari yang sudah saya booking, yaitu 250 HKD semalemnya dan dapat private room, sedangkan untuk hostel yang sudah saya pesan saya harus merogoh kocek sebesar 399 HKD untuk 9 female dormitory room. Tidak masalah saya harus rela kehilangan 10 % dari bookingan hostel saya tersebut yang penting saya bisa dapet private room, bisa sholat dengan tenang dan tidur pulas.
Benar juga kata hati memang tidak pernah berbohong. Tidak salah saya mengikuti mereka. Saya diberi makan lontong pecel versi Hong Kong bikinan mereka sendiri yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Lalu saya diajak bergabung karena saya sudah menjadi bagian dari mereka. Selain mereka juga orang baik, mereka banyak bercerita kisah-kisah TKW di Hong Kong. Nah, lagi-lagi dapat ilmu perTKWan :’)
Day 3
Hari ini kenalan suami istri yang kemarin bertemu di bandara mau berpindah penginapan di daerah Tsim Sha Tsui, Kowloon. Dalam hati wah kebetulan sekali saya bisa menitipkan ransel saya sembari saya melancong sendiri di Kowloon dan sorenya lanjut ke Macau. Alhamdulillah suami istri tersebut tidak keberatan saya menitipkan tas saya di hostel mereka seharian.
Untuk menuju Tsim Sha Tsui – Kowloon dari Causeway Bay kami naik MTR arah Sheung Wan kemudian turun di Admiralty, dari Admiralty ganti MTR arah Tsuen Wan. Hanya selang satu MTR sudah sampai MTR Tsim Sha Tsui. Kemudian kami keluar Exit C1. Karena mereka akan menginap di Chungking Mansion, gedung ini terletak tidak jauh dari Victoria Harbour bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 10 menit. Untuk menuju Avenue of Star yang terletak di kawasan Victoria Harbour, dari Exit C1 saya cukup berjalan lurus sampai mentok belok kanan kemudian melewati subway dan nanti terlihat Victoria Harbour.
Avenue of star merupakan tempat mainstream di Hong Kong. Sebagai bentuk perhargaan kepada mereka yang dianggap berjasa dalam bidang industri perfilman. Terdapat patung Bruce Lee, telapak tangan Jackie Chan, dsb. Malam hari di sana juga terdapat musikal kembang api juga laser Symphony of Light yang dimulai pukul 8 malam, tetapi hanya berlangsung selama 15 menit. Mengingat waktu yang terbatas, saya belum berkesempatan untuk menonton Symphony of Light. Saya hanya bisa menikmati Avenue of Star pada siang hari.
Dalam perjalanan menuju Avenue of Star ketika melewati Peninsula Hotel, saya melihat 3 orang lelaki Jepang yang sedang berfoto di depan landmark Peninsula Hotel. Seketika saya pun ikut nimbrung memoto hotel mainstream itu di sebelah mereka. Kemudian saya kepo, menanyakan apakah mereka berkenan saya mengambilkan gambar mereka. Betul saja, mereka langsung semangat memberikan camera mereka kepada saya. Sempat juga ngobrol-ngobrol sebentar dengan mereka, kami saling menanyakan berasal darimana, tinggal dimana dsb. Dengan prinsip simbiosis mutualisme saya pun meminta mereka berkenan mengambil foto saya, bahkan saya juga request foto bersama mereka. Hehehehe maklum walaupun sendirian saya juga tetap pengen eksis ^_^
Setelah bernarsis-narsis ria dengan para lelaki Jepang saya lanjut menyusuri jalanan Tsim Sha Tsui, di persimpangan jalan ketika mau melewati subway saya melihat ada seorang gadis yang berjalan sendirian seperti saya dengan membawa smartphone. Lagi-lagi saya kepo berjalan mendekatinya dan melirik smartphonenya. Dia terlihat sedang sibuk memutar-mutar google map. “Yes, ada temen” seketika dalam hati saya. Saya langsung menghampiri dia pura-pura menanyakan dimana letak Avenue of Star berada. Walaupun saya juga belum tahu pasti dimana letak Avenue of Star, paling tidak saya berharap dia juga ke arah yang sama dengan saya. Sekali lagi keberuntungan menghampiri saya, dia juga mencari letak dimana Avenue of Star berada. Kemudian kamipun menjadi teman perjalanan selama di kawasan Victoria Harbour. Gadis yang berasal dari South Korea ini sangat ramah juga baik. Walaupun kami memberlakukan simbiosis mutualisme dengan menjadikan satu sama lain teman perjalanan dan saling memoto, tapi dia lebih banyak memoto saya. Hihihihihi 😀
Sepanjang Avenue of Star saya seolah-olah memiliki teman perjalanan. Yah South Korean girl inilah yang menjadi teman saya. Kami berjalan bersama menyusuri tepian kawasan Victoria Harbour. Mengambil foto, bergantian memoto diri kita masing-masing. Waktu itu cuaca di sana sangatlah teduh disertai angin yang lumayan kencang. Ada saat ketika angin berhembus kencang sekali si gadis Korsel ini tidak mau berfoto ketika saya tawari untuk memotonya. Alasan dia tidak mau berfoto hanya karena angin kencang bikin rambutnya berantakan. Saya langsung menebak mungkin dia seorang Taurus, karena biasanya orang Taurus paling memperhatikan gaya rambutnya dan tidak mau diambil gambar ketika rambutnya sedang berantakan :p
Setelah kami puas menyusuri Avenue of Star kamipun berpisah, dia akan balik ke airport dan saya melanjutkan perjalanan naik Hong Kong Big Bus untuk rute Kowloon. Tiket saya beli seharga 220 HKD untuk durasi setengah hari. Hong Kong Big Bus ini layaknya bus Hop On Hop Off, bus khusus wisatawan yang memang tidak banyak memiliki waktu seperti saya dan hanya ingin sightseeing city tour tanpa susah naik transportasi umum lainnya. Selama naik bus ini saya tidak turun ke wisata lain kecuali Ladies Market. Karena memang jadwal itinerary saya adalah saatnya city tour dan berbelanja. Ladies market ini terletak di Mong Kok. Walaupun hanya melakukan window shopping, atau sekadar membeli oleh-oleh yang ringan dibawa, di sinilah tempatnya.
Untuk menuju Ladies Market, setelah turun dari halte Big Bus no.12 masuk saja ke mall di belakang halte. Lurus terus langsung menuju pintu keluar lagi dan sampai di jalan raya, kemudian melewati subway Mong Kok. Jangan lupa juga dihafalkan jalan kembali untuk ke halte semula agar bisa menaiki Big Bus lagi secara gratis dengan menunjukkan tiket yang pertama kali kita beli. Sebenarnya sewaktu mencari lokasi ladies market saya sempat juga bertanya pada seorang TKW. Waktu itu saya lewat di depan sekerumunan orang dan sayup-sayup saya mendengar ada yang bercakap-cakap menggunakan bahasa jawa. Tanpa babibu saya langsung menghampiri orang tersebut. Saya tanya “mbak, ladies market ki sebelah ndi to?” (mbak, ladies market itu sebelah mana ya?) dengan singap si mbak TKW langsung menjelaskan rinci jalan menuju ke sana. Kemudian sayapun berterima kasih padanya, dan si mbak malah masih melanjutkan obrolan “sampean tinggale nang ndi mbak?” (kamu tinggalnya dimana mbak?) tanyanya. Saya pun menjawab “aku nang Causeway Bay mbak” (saya di Causeway Bay mbak) karena setahu saya Causeway Bay adalah pusat para TKI berkumpul di sana, dan KJRI (Konsulat Jendral Republik Indonesia) juga berada di sana. Hahahaha saya ngaku-ngaku biar dikira sesama teman TKW gitu 😀
Puas berbelanja di ladies market dan pasar buah saya bergegas kembali ke halte 12 Big Bus Hong Kong yang tadi untuk melanjutkan ke daerah Tsim Sha Tsui lagi. Waktu menunjukkan pukul 3 sore hari, saya menuju MTR Tsim Sha Tsui menuju Central. Setelah sampai di Central ganti MTR menuju Sheung Wan. MTR Sheung Wan ini satu lokasi dengan Tsun Tak mall, untuk membeli tiket ferry berada di lantai 3 Tsun Tak Mall ini. Tiket Turbojet seharga 159 HKD untuk sekali menyebrang. Berdasarkan rekomendasi teman TKW yang membantu saya di Causeway Bay saya beli tiket PP Hong Kong – Macau supaya lebih mudah untuk kembali ke Hong Kong. Kebetulan dapat jam 4 sore jadi saya tidak perlu menunggu lama untuk menyebrang ke Macau.
Tepat pukul 5 sore saya sampai di Macau. Berdasarkan recomendasi dari teman milis, saya mengikuti jejaknya untuk naik free shuttle bus yang dikelola Lisboa Hotel & Casino. Minibus yang berwarna hijau bertuliskan Lisboa ini terletak di pintu Exit sebelah kiri lurus terus, cari yang ada tulisannya Lisboa Casino. Dengan PDnya saya ikut naik diantara para kaum borjuis yang penampilannya perlente. Mungkin mereka menganggap saya aneh karena berhijab dengan penampilan traveler dan seorang diri pula, tapi saya tidak peduli anggapan mereka terhadap saya. Toh kenal aja tidak kan? Hahahahhaha.. 😛
Macau memang sangat totalitas dalam menyambut para wisatawan yang datang ke negaranya. Banyaknya free shuttle bus menuju casino-casino, dan hampir seluruh pelayan yang bekerja di tempat casino maupun hotel sangat ramah dengan para wisatawan. Mereka sama sekali tidak memandang latar belakang kita. Mereka sangat mengutamakan totalitas dalam memberikan fasilitas-fasilitas yang mereka suguhkan. Berkali-kali saya keluar masuk casino dan hotel mencicipi rest room ala hotel bintang lima, dengan baik mereka menunjukkan dimana letak rest room. Padahal saya hanya berkeliling melihat-lihat saja. Hehe..
Day 4
Cerita di Macau saya skip karena sangat panjang sekali.
Singkat cerita setelah puas menginjakkan kaki di Macau kemudian saya kembali ke Hong Kong island. Dari Macau kota ke Terminal Maritimo a.k.a Macau Terminal Ferry bisa ditempuh dengan naik bus no. 3, 3A, 10B, dan 28A. Kalau kemarin saya naik bus 3A menuju terminal ferry. Kemudian dari terminal saya tukar tiket Turbojet saya di lantai 2, lantaran saya sudah memiliki tiket pulang tapi hanya di stempel dan perlu diganti tiket aslinya.
Sesampai di Sheung Wan saya naik MTR ke Central, dari Central pindah MTR menuju Tsuen Wan turun di Tsim Sha Tsui lagi untuk mengambil ransel saya yang saya titipkan pada suami istri yang kemarin. Karena saya telepon si istri tapi tidak diangkat, saya random lansung menuju penginapan mereka. Dengan mengandalkan ingatan saya melalui obyek gambaran lokasi kemarin sayapun bisa dengan mudah menuju penginapan mereka. Selama di Hong Kong dan Macau saya benar-benar mengandalkan mata sebagai alat merekam dan menampung ingatan visual saya untuk gambaran lokasi dan obyek supaya saya tidak tersesat.
Setelah packing barang-barang dan mengobrol sebentar saya pun berpamitan kepada mereka untuk melanjutkan ke Tian Tan Buddha di Lantau Island dan Hong Kong Disneyland Resort dan lanjut pulang. Dari Tsim Sha Tsui saya naik MTR menuju Tsuen Wan kemudian turun di Lai King. Dari MTR Lai King saya ganti MTR arah Tung Chung line. Sesampai di Tung Chung keluar Exit B. Di sana saya berencana naik Ngong Ping 360 Cable Car, sayang sekali cuaca tidak mendukung karena sewaktu saya di sana cuaca sangat berangin kencang dan agak dingin. Semua wisatawan yang menuju Ngong Ping Village di alihkan naik bus. Tiket bus ini lebih murah dibanding cable car. Kalau cable car dibanderol dengan harga 150 HKD untuk tiket standart PP, untuk Crystal Cable Car dibanderol lebih mahal. Sedangkan harga bus menuju Ngong Ping Village harganya 35 HKD untuk PP.
Sewaktu mengantri bus, saya sempat bertemu rombongan dari Indonesia. Terlihat rombongan tersebut memanfaatkan jasa tour untuk liburan mereka di Hong Kong. Rombongan itu mengantri tepat di belakang saya. Sewaktu mereka mengobrol dengan sesamanya, saya langsung menoleh, karena ternyata mereka berbahasa jawa. Langsung saja saya menyapa ibu-ibu di belakang saya. Usut punya usut rombongan Chinese ini berasal dari Semarang. Alamak saya jauh-jauh pergi ke Hong Kong ketemunya orang Semarangan juga, hehe.. Kamipun mengobrol banyak, sewaktu si ibu ini tahu saya solo traveling ke Hong Kong, dia kaget, langsung saja saya di interograsinya bagaimana bisa sampai ke sini, naik apa, bla bla bla sampai sering juga kalimat keluar dari mulut beliau “kamu itu lho nok, koq berani banget sih” sambil menepuk-nepuk pundak saya. “haduh bu, bagaimana ya, saya memang sedikit gila” batin hati saya 😀
Tiba giliran saya naik bus, karena rombongan Chinese yang tadi terlalu banyak maka mereka mendapatkan kesempatan naik bus berikutnya. Di dalam bus menuju Ngong Ping saya mendapatkan teman duduk seorang Chinese yang berasal dari Kuala Lumpur. Kami asik mengobrol dan lagi-lagi ketemu sesama teman traveler yang baik dan nyambung arah pembicaraannya dengan saya. Dia juga sendirian tapi dia ke Hong Kong via Macau, dan kami menjadi teman perjalanan selama di Tian Tan Buddha, Ngong Ping Village. Seperti ibu Singaporean kemarin, si gadis Chinese dari Kuala Lumpur ini banyak memuji saya. Dia bilang saya hoki banget karena berani ke Hong Kong dan Macau tanpa bisa Mandarin maupun Canton 🙂
Selain Ngong Ping Village di sana terdapat Big Buddha, Tai O Fishing Village, Po Lin Monastry juga ada wisdom path. Selepas dari sana saya menggunakan bus lagi dengan menunjukkan tiket yang dibeli dari Tung Chung tadi. Perjalanan naik bus memakan waktu sekitar 45 menit untuk turun dari Ngong Ping ke Tung Chung.
Bagi fashionista yang suka berbelanja, di Teminal Tung Chung juga ada mall bernama City Gate. Mall ini terkenal dengan harga miring dan barang yang ditawarkan adalah barang-barang branded. Konon katanya karena fashion yang sudah tidak in lagi di Hong Kong itu dijual murah di sini. Saya dapat rekomendasi ini dari ibu Singaporean yang saya temui di Changi Airport 🙂
Belum lengkap ke Hong Kong kalau belum ke Disneyland. Yah walapun saya tidak masuk ke dalam, mengingat beberapa jam lagi saya akan flight ke Kuala Lumpur, maka saya hanya nampang foto di depan gate Disneyland saja. Yang penting bisa tetap eksis dengan berfoto di landmark Disneyland Resort ini. Hehehehehe.. 😛
Disneyland Resort memiliki monorail sendiri seperti Universal Studio Singapore. Namun monorailnya Disney lebih unyu, karena desain di dalamnya serba produk Disney. Bahkan jendela dan pengangan di dalam railnya berbentuk Mikey Mouse 🙂
Setelah bernarsis-narsis ria di landmark Disneyland Resort, saya bergegas menuju bandara international Hong Kong. Walaupun masih sore saya sampai di bandara sedangkan boarding saya masih jam 8 malam. Tujuan saya buru-buru ke bandara adalah mencari lokasi untuk men-charge smartphone saya dan mencari tempat yang bisa saya gunakan untuk sholat. Tiba di bandara saya langsung me-refund octopus card saya, lumayan buat beli camilan+minuman di bandara.
Niat yang baik memang selalu mendatangkan kebaikan pula. Setelah beli beberapa coklat di sevel bandara Hong Kong, saya lantas mengarahkan kaki saya untuk mengambil troli guna metelakkan backpack saya biar pundak saya sedikit lebih nyaman. Dengan tidak sengaja saya melihat ada tulisan “pray room” persis di sebelah sevel. Alhamdulillah, Allah sangat baik dengan menuntun saya ke sini. Bergegas saya masuk dan cessss.. dingin dan sepi di dalam. Saya lihat sekeliling ruangan, bersih, rapi dan ada hadiah dari Allah yaitu ada banyak stop contact untuk mengecharge gadget saya. Bergegas saya menaruh tas saya lalu ambil air wudhu. Selepas berwudhu tiba-tiba saya mendengar.. “kreekkk kresekk kreseekk..” spontan saya kaget, saya lihat di kaca yang bisa memantulkan arah ke pintu masuk. Dalam hati “haduh siapa yaa, semoga aja manusia” ketakutan dalam hati saya. Saya kira saya adalah satu-satunya orang yang sholat di sini, karena seperti kita ketahui jarang sekali umat muslim di Hong Kong. Kemudian setelah saya keluar dari pintu wudhu, saya lihat sosok lelaki, ganteng, berpakaian seragam rapih hitam putih ala pilot dengan membawa koper yang saya perhatikan memang sama persis seperti kopernya para pilot yang sering mondar mandir di bandara.
“Alhamdulillah Allah baik banget dengan mendatangkan lelaki ganteng untuk menemani saya sholat di tempat asing ini” dalam hati saya berbunga. Setelah saya memakai mukena saya dan menggelar sajadah, si lelaki itu pun selesai berwudhu. Saya iseng memberanikan diri untuk memintanya menjadi imam, karena di situ hanya kita berdua yang sholat. Awalnya dia agak ragu karena dipikir saya sholat Ashar saja. Setelah saya jelaskan bahwa saya juga sholat Jamak, karena saya juga belum sholat Dhuhur akhirnya kamipun sholat berjama’ah. Selepas sholat kamipun sempat berbincang-bincang sebentar. Ternyata dia berasal dari Kuala Lumpur dan sementara menetap di Hong Kong lantaran pekerjaannya. Tidak lama mengobrol diapun berpamitan harus segera pergi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. “Fiuugghh.. lumayan segeran” dalam hati.. Hahhahahaha 😀
Sudah yaa ceritanya, saya capek sekali menulis berlembar-lembar.. 😀
Lho Hez hari ke 5 nya mana?? Oiya belum yah? Hehe..
Day 5
Tiba di Kuala Lumpur.
Lagi-lagi saya di ikuti oleh TKW yang meminta bantuan di bagian imigrasi. Yasudah lah berhubung saya banyak ditolong orang dan bertemu orang baik, maka dengan senang hati saya membantu TKW yang satu ini. Ternyata para TKW itu lebih nyaman bertanya pada orang yang sesama Indonesia. Saya ajari di sewaktu di imigrasi, saya antar juga waktu mencari bagasinya. Dari sana kami mengobrol dan akrab. Oke lagi-lagi saya dapat ilmu perTKWan lagi. Namanya mbak Afa. Kami banyak bercerita, saya cerita hobi saya yang melancong dengan modal nekat dan PD, sedangkan dia banyak bercerita mengenai pekerjaannya di Hong Kong. Melalui mbak Afa saya baru tahu bahwa gaji TKW di Hong Kong itu sebesar 6 jutaan. Wow! Sungguh takjub saya dibuatnya. Bahkan saya dipameri Samsung S3 nya, ditunjukkan foto rumah yang dibangun di kampung halamannya dll.. Pantesan TKW di Hong Kong pada betah ya, karena rata-rata mereka bekerja di sana selama 8-10 tahun lamanya. Mungkin karena itu jadi mereka bisa saving money lebih banyak.
Oke saya rasa cukup sekian sharing pengalaman dari saya. Kalau ada kritik saran dan pertanyaan bisa tinggalkan sesuatu di leave comment 😀